Kamu mungkin dapat merubah
pandangan tentang diri sendiri. Mungkin selama ini kamu menilai dirimu sendiri
terlalu rendah. Kamu sebenarnya punya keagungan dan kemuliaan tersendiri, yang
unik & khas dirimu, dan tidak ada duanya.
Mungkin selama ini kamu kurang
menghargai hasil dan mutu tulisanmu. Kamu kurang menilai tinggi kebesaranmu,
nilai dirimu yang hakiki. Saat kamu berusaha lebih menghargai dirimu, kamu
mencari penilaian orang lain, kamu mencari penegasan dari mereka bahwa dirimu
berharga. Hal ini ada bahayanya, kalau usahamu ini mereka rasakan sebagai
ancaman, maka mereka tidak mau mendukung usaha-usahamu.
Ada orang lain yang bahkan
cenderung berusaha melihat cacat-celamu, dan tidak melihat apa yang telah kamu
raih dalam gambaran besarnya….mereka tidak melihat dirimu sebagai pribadi yang
punya kemuliaan & keagungan dalam gambaran besar kehidupanmu, namun lebih
melihat cacat-cela kecil-kecil yang ada di sana-sini.
Untuk menyadari keagungan dan
nilai dirimu yang sebenarnya, kamu harus menjadi “kecil” dan sekaligus menjadi
“besar.” Menjadi “kecil” dalam hal ini artinya menjadi pemula yang tidak sok
pintar dan bersedia untuk belajar. Belajar dari pengalaman dan wawasan baru.
Dan sekaligus menjadi “besar” lewat menyadari bahwa apa yang kamu pelajari dan
lakukan dalam keadaanmu yang “kecil” ini tidak kehilangan nilai & keagungan
yang sesungguhnya. Ini semua tetap bernilai dan bermakna.
Kritik dan umpan balik negatif
yang ditujukan orang kepadamu, baik apakah ini akurat atau tidak, sebenarnya
menyiratkan sesuatu hal. Bahwa kamu telah “menciptakan” atau “meraih” sesuatu.
Bahwa kamu telah “menghasilkan,” “mencipta” sesuatu yang kentara di mata
mereka. Kita telah menciptakan sesuatu, dan akan menciptakan lebih banyak lagi
dan lebih baik lagi.
Ada sebuah ironi dalam
kehidupan menulis. Ini ironinya, karya tulis yang kamu ciptakan sambil lalu
setelah kamu periksa ulang, ternyata sama baiknya dengan karya tulis yang kamu
kerjakan mati-matian dan kamu anggap mencerminkan nilai dirimu yang sebenarnya.
Sebuah hari yang “buruk” untuk
menulis sebenarnya malah dapat menghasilkan karya tulis yang baik, dan
sebaliknya juga benar, sebuah hari menulis yang “baik” dapat menghasilkan karya
tulis yang baik. Yang paling penting adalah kamu selalu menghargai karya
tulismu, apa pun itu, dan tetap bertekun menulis, dalam kondisi mood apa pun. Buku-buku
diary berisi tulisan-tulisan dan renungan-renungan yang kamu buang, file-file
tulisan yang kamu “delete” dari komputer, kerap lebih merupakan cerminan dari
mood-mu saat melakukan ini, (membuang & men-delete), dan bukan cerminan
dari mutu sebenarnya karya tulis itu.
Sangat menghargai karya tulismu
dan pengalamanmu menulis, sebenarnya kamu bukan bersikap narsis dan egois.
Namun ini sebenarnya menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan
kehidupan. Ini adalah penghargaan terhadap nilai diri hakiki. Kamu tidak selalu
harus menghasilkan maha karya tulisan untuk mensahkan penghargaan dirimu. Kamu
dapat menghasilkan karya tulis yang baik karena pernah menghasilkan karya tulis
buruk. Kamu dapat menghasilkan karya tulis buruk, untuk berlatih menghasilkan
karya-karya tulis yang sangat baik. Hargailah setiap momen kehidupan dan karya
tulis yang kamu hasilkan dari momen kehidupan itu. Justru dengan sikap ini,
kamu mengaktualisasikan nilai kelayakan dirimu yang sebenarnya.
Disadur dari:
Cameron, Julia. The Right
to Write: An Invitation and Initiation into the Writing Life. New York:Jeremy P. Tarcher/Putnam Inc. 1998.
Komentar