Evolusi Spiritual, Reinkarnasi & Salib

Berikut ini saya menuliskan refleksi saya mengenai pengalaman saya dengan musuh-musuh saya, dalam kaitannya dengan pandangan mengenai salib, evolusi spiritual & reinkarnasi.


Semenjak kepulangan saya dari Bali di tahun 2006, saya mengalami perjalanan panjang evolusi spiritual, berdamai dengan musuh-musuh saya dan sampai pada akar penderitaan saya yang terdalam.

Singkatnya, saya sampai pada kesimpulan, juga dari membaca dan mendengarkan buku-buku dan ceramah singkat Dr. Brian Weiss, seorang psikiater terkenal yang menggali masa-masa kehidupan seseorang yang telah berlalu (past lives). Kesimpulan saya adalah: setiap orang hidup di bumi untuk belajar. Inilah sekolah bumi, (earth-school).

Saya membaca buku karangan Dr. Brian Weiss, berjudul "Many Lives, Many Masters," & "Through Time into Healing." Dalam ceramah singkatnya di You Tube Channel, juga saat meng-update statusnya di facebook, ia berkata, "Setiap orang hidup di dunia - we are here, to learn compassion, love, kindness, and non-violence." Oh, jadi kita hidup di bumi bukan untuk menjadi sukses & kaya materi. Ini kabar bagus, karena untuk menjadi sukses & kaya materi, rasanya tidak terjangkau oleh saya, namun keempat elemen di atas rasanya ada dalam jangkauan saya, kalo saya tekun dan fokus.

Singkatnya begini, terhadap musuh-musuh saya, saya selama ini terjebak atau membiarkan mereka "mendefinisikan diri saya melalui kekerasan dan agresi, baik verbal maupun non verbal." Jauh di lubuk hati saya, walaupun ini tidak murni begitu di sana, saya katakan saja merasa "kalah, terhina & ditundukkan." Ini saya hayati selama bertahun-tahun, setelah kepulangan saya dari Bali. 

Kesembuhan terjadi, berkat rahmat Tuhan, kasih karunia Allah, energi Roh Kudus, grace, atau healing light....ini semua adalah penamaan-penamaan menurut sistem spiritual atau dimensi spiritual dan keagamaan Kristen & Katolik. Pengetahuan saya belum cukup solid untuk membedakan mana yang grace, mana yang energi Roh Kudus, mana yang healing light. Mungkin semuanya ya sama saja, cuma soal penamaan dan peristilahan dan konsep-kosnep menurut sistem masing-masing. Yang jelas, kalau menurut sistem agama Kristen & Katolik, Roh Kudus adalah pribadi, sedangkan healing light, itu bukan pribadi. Itu adalah energi spiritual alam semesta yang bersifat menyembuhkan. Sumber (source) of healing light, atau light, ya adalah Tuhan itu sendiri. 

Kesembuhan terjadi, ketika saya mulai mengambil alih kendali bahwa saya tidak didefinisikan oleh perbuatan musuh-musuh saya, menjadi sosok yang kalah, terhina & ditundukkan. Saya berubah dengan berusaha mengasihi & mengampuni mereka. Mereka sendiri punya alasan mengapa berbuat demikian pada saya. Mereka juga merasa membela "dignity" mereka dan mereka "mungkin" juga merasa melakukan apa yang benar, menurut sistem mereka. 

Maka di sini, pengertian atau "understanding" menempati peranan yang sangat besar dalam kesediaan untuk memaafkan dan mengasihi. Kita bisa mengatakan, "ya...tapi mereka yang duluan, yang terlebih dulu berbuat begitu, kekerasan pada saya. Saya pun tidak merasa bersalah kepada mereka, awalnya karena saya marah dan ingin berbuat kekerasan pada mereka. Mereka juga merasa tidak bersalah, karena menurut mereka, kekerasan yang mereka lakukan adalah untuk membela diri mereka. Mereka melakukannya untuk membela "dignity" mereka. 

Kalo saya membiarkan kekerasan, rentetan kekerasan yang saya alami dari mereka dari waktu ke waktu sepanjang periode tertentu, untuk menentukan siapa diri saya, maka saya akan "miserable." Sudah "jatuh, masih tertimpa tangga..."

Ada dua penjelasan yang saya anut. Awalnya saya berdoa dan rahmat masuk, saya dipulihkan luar biasa, selama hampir dua tahun prosesnya, 2010 - 2012. Saya bisa memandangnya sebagai salib, proses pemurnian, atau proses belajar di earth-school. Salib di sini dapat dikatakan sebagai "sarana" pemurnian. Tadinya saya merasa dan mematok pada diri saya bahwa, "saya harus mau" dibegitukan oleh mereka.

Nah, "dibegitukan" inilah yang menurut saya, saya diperlakukan tidak adil, ditindas, dan disombongi setelah dijatuhkan, inilah yang tentunya, menurut versi mereka, mereka berbuat kebaikan atau membela dignity mereka.

Barulah setelah saya "melunak" dengan perasaan "sudah dibegitukan" itu, maka barulah mereka juga "melunak." Ini adalah proses yang sangat panjang dan butuh rahmat yang luar biasa banyak. Inilah proses pembelajaran di earth-school. Bayangkan dari keadaan "sudah dibegitukan" menurut versi saya, dan saya merasa memanggul salib, saya belajar untuk mengasihi mereka dan "understanding" bahwa mereka sebenarnya tidak bermaksud jahat. Mereka juga merasa membela "dignity" nya. Inilah proses belajar yang sangat lama & panjang. Untuk menerima keadaan "yang sudah dibegitukan itu," tanpa membalasnya juga dengan kekerasan, bahkan untuk mengasihi dan tetap baik, dan berusaha mengerti dari sudut pandang mereka, bukan dari sudut pandang kita. Memahami mereka kenapa gitu, dari sudut pandang mereka & bukan dari sudut pandang kita. Berusaha "understanding" musuh-musuh kita dari sudut pandang mereka, kenapa mereka begitu, dan bukan dari sudut pandang kita, dan masih harus "membayari" mereka dengan uang....itu bukan persoalan gampang....dan dengan itu semua, karena menjalani proses pembelajaran ini, pekerjaan kita sendiri terbengkalai, dan ada kemungkinan di masa depan hidup "pas-pasan" di kost sampai sepanjang hayat di bumi, karena tidak menekuni profesi lain selain daripada merefleksi dan menuliskan ini...ini semua bukan perkara mudah. Butuh rahmat yang luar biasa dan fokus terus ke Tuhan.

Maka dari itu, tujuan hidup di bumi adalah untuk "belajar mengasihi, compassion, kindness, dan non-violence....," bukan untuk mencari kesuksesan materi atau status. Itulah sasaran utamanya, kemakmuran finansial dan status terpandang, itu semuannya hanyalah by-product dan bukan tujuan. Tujuannya adalah belajar mengasihi musuh-musuh kita.

Kembali lagi: dari keadaan "dibegitukan," dan mau "dibegitukan," kemudian belajar mengasihi yang "ngebegitukan..." membayangkan wajah mereka "saat ngebegitukan" itu dan understanding mereka saat mereka "nggituin" kita dan tetap baik sama mereka, understanding dari sudut pandang mereka, itulah proses pembelajaran, juga mengampuni.

Salib di sini adalah sarana, untuk proses pemurnian, memercepat kelulusan kita di earth-school. Dalam profesi dan pekerjaan kita masing-masing.

Inilah salib, evolusi spiritual, pemurnian, supaya kita hidup dalam tatanan energi lebih tinggi "higher level" yang sebenarnya bukan tujuan juga, namun terjadi dengan sendirinya bila kita mengasihi dan "understanding" musuh-musuh kita. "Understanding" musuh-musuh kita menurut perspektif mereka, mengapa mereka melakukan itu kepada kita butuh penyangkalan diri, "mati dari diri sendiri" dalam taraf tertentu. Ini tidak mudah dan butuh pengorbanan. Inilah tujuan hidup kita di dunia.

Dengan ini, kita akan re-"inkarnate - inkarnasi" dengan lebih baik di masa-masa kehidupan kita selanjutnya.

Komentar