Suasana Hati untuk Menulis

Kamu dapat menulis (jurnal) dalam suasana hati apa saja. Kamu tak perlu ada dalam suasana hati yang sempurna untuk mulai menulis (jurnal). Seperti halnya dalam relasi bersama pasangan, untuk bercinta tak perlu selalu ada dalam suasana hati yang sempurna. Belaian pertama dapat membawa ke suasana hati yang lebih baik. Meskipun kalimat pertama yang kamu tulis terasa janggal atau kaku, ini dapat mengarah ke kalimat yang lebih baik dan suasana hati yang lebih baik untuk menulis, untuk menulis lebih banyak lagi...

Manusia memang punya dorongan dan hasrat bawaan untuk menulis: ia ingin punya rasa memiliki & kendali terhadap pengalaman.

Sebaiknya kamu jangan memandang kegiatan menulis (jurnal) sebagai suatu kegiatan luar biasa dan hebat, karena kalau kamu memandangnya seperti itu, maka menulis jadi terasa berat untuk dimulai. Katakan saja pada dirimu, "Aku mau menyalakan komputer / laptop dan mulai menulis satu paragraf....itu saja." Atau pandanglah kegiatan menulis sebagai sesuatu yang dapat dipilah-pilah menjadi bagian-bagian kecil yang mudah dikerjakan. Biasanya, setelah kamu mulai menulis satu paragraf, kamu akan terdorong untuk menulis paragraf kedua dan ketiga. Ini adalah buah dari tindakan "menyiasati" diri sendiri, sepertinya kamu cuma perlu melakukan sedikit sekali, lakukan saja, menulislah....

Lewat mulai menulis dalam situasi dan suasana hati apa pun, maka penguasaan ketrampilan dan kemahiran menulis akan meningkat dan berkembang. Menulis adalah pekerjaan tangan yang sederhana & mudah dilakukan...

Lewat mulai menulis dalam suasana hati apa pun, maka ini dapat menjadi landasan untuk membawamu ke suasana hati yang lebih baik, dan suasana pikiran yang tepat. Ambillah pena dan mulailah menulis, meskipun apa yang ditulis rasanya "serba salah & tidak ada yang benar." ....lakukan saja adalah kuncinya.

Anutlah semboyan, "Aku menyenangi apa pun yang kutulis...aku menerima tulisanku, apa pun itu." Ini mirip bersama pasangan yang kamu kasihi, mengalami hari-hari cerah dan hari-hari suram bersama-sama. Dengan sikap seperti ini, tulisanmu menjadi lebih indah daripada bayangan & perkiraanmu sebelumnya.

Mungkin saat kamu menulis dengan suasana hati murung, kamu merasa hasil tulisanmu buruk. Namun setelah kamu membaca ulang tulusanmu, ternyata ini baik. Rupa-rupanya suasana hatimu yang murung telah menggelapkan persepsimu terhadap pemandangan yang indah. Hasil tulisanmu lebih bagus daripada perasaanmu saat menuliskannya. Kuncinya adalah tetaplah melakukan...tetaplah menulis, maka kamu cenderung akan menyukainya, dan ini akan mengalihkan suasana hatimu menjadi lebih baik.

Sebuah analogi yang baik: memasuki suatu ruangan dengan suasana hati apa pun saat itu, masuklah ke dalam ruangan ini dan mulai menulis dari situ.

Tema-tema berikut ini dapat menjadi latihan untuk menulis dalam suasana hati tertentu. Bayangkan kamu ada dalam situasi ini, dan menulis dalam suasana hati ini:
- kamu sedang marah pada pasangan.
- kamu sedang menikmati pemandangan di sebuah taman.
- kamu sedang sedih memikirkan kondisi kesehatan ibumu.
- kamu merasa bangga terhadap prestasi akademik di perguruan tinggi.
- kamu dan kekasihmu sedang menikmati hubungan yang mesra-mesranya.

Masukilah tema-tema situasi di atas, dan menulislah selama sepuluh menit....lalu luangkan waktu lima menit untuk menulis tentang perubahan suasana hati (mood) yang kamu alami. Jadilah seorang pengamat: saya merasa lebih senang, lebih sedih, lebih marah.....harapan saya bangkit, tekad saya tumbuh .....tuliskan saja. Anggaplah ini adalah sebuah laporan lapangan tentang pengalaman hidup.

Disadur dari:
Cameron, Julia. The Right to Write: An Invitation and Initiation into the Writing Life. New York: Jeremy P. Tarcher/Putnam. 1998.

Komentar