Selama ini, kegiatan menulis,
entah itu menulis jurnal harian atau menulis novel, dipertalikan erat dengan
kedisiplinan.
Jika kamu senang menulis, maka
menulislah saja. Jangan terlalu mempertalikan kegiatan menulismu dengan
kedisiplinan. Jangan terlalu memusingkan unsur kedisiplinan dalam kegiatan
menulismu. Terlalu mementingkan unsur kedisiplinan dalam menulis akan
menyebabkan kamu memandang kegiatan menulis sebagai sebuah “keharusan.” Jangan
terlalu memusingkan unsur ini. Kamu menulis karena kamu senang, maka kamu akan
mencuri waktu untuk menulis. Kamu akan mencari “lubang-lubang” kesempatan untuk
menulis. Kamu bahkan mungkin akan berusaha mengatur dan menata meja tempat kamu
biasanya menulis, menjadi lebih menyenangkan. Misalnya, kamu menaruh foto
pemandangan, foto pacarmu, kata-kata motivasi, vas bunga, dll.
Pandangan bahwa kegiatan
menulis adalah sebuah kegiatan yang menuntut disiplin sebenarnya adalah
pandangan yang berisiko. Pandangan ini akan memposisikan seseorang di tempat di
mana suatu hari ia akan “memberontak.” Pandangan bahwa kegiatan menulis
menuntut disiplin akan menempatkan seseorang pada dua kemungkinan, “Aku harus
menulis, kalau aku tidak menulis maka artinya aku orang gagal.”
Orang yang menulis karena
memenuhi tuntutan disiplin, atau memenuhi “keharusan disiplin,” tidak akan
menulis dari bagian diri mereka yang terbuka dan imajinatif. Mereka akan
menulis dari bagian diri yang “kurang terbuka” dan “kurang imajinatif.” Mereka
menulis karena “keharusan,” dan bukan karena “kesenangan” & “keinginan.” Daripada
mempertalikan antara kegiatan menulis dengan “disiplin,” lebih baik
mempertalikan ini dengan “komitmen.” Kata “komitmen” mengandung nuansa
proaktif, produktif, juga sifatnya lebih riang dan cerah. Jika kamu ingin
terlibat hubungan jangka panjang dengan kegiatan ini, maka kamu juga harus
membentuk pertalian atau hubungan yang nyaman dengan kegiatan ini. Maka kata
“komitmen” lebih tepat di sini. Lebih tepat, pantas, dan nyaman untuk tidak
memandang kegiatan ini sebagai sebuah “keharusan,” namun sebagai sebuah
“keinginan.”
Sebenarnya ada kemungkinan
bahwa memandang kegiatan menulis sebagai suatu “disiplin” adalah usaha untuk
mengurangi rasa takut dan enggan. Disiplin dianggap berguna untuk mengurangi
rasa takut dan enggan ini.
Rasa takut sebenarnya juga dapat
menyamar ke dalam perasaan “tidak dapat fokus.” Rasa takut untuk mengungkapkan
diri pada orang lain dan diri sendiri.
Menulis dalam bentuknya yang
paling dasar adalah sebuah tindakan kenakalan. Seperti ada seorang anak berusia
dua tahun dalam diri Anda. Beri ijin dan kebebasan pada anak ini untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya. Jadikan kegiatan menulis seperti
ini. Jadikan ini sebagai kegiatan pengungkapan diri, pengungkapan
rahasia-rahasiamu pada dirimu sendiri. Kamu mengalami kesenangan besar saat
melakukannya, maka kamu tidak lagi memandangnya sebagai sebuah disiplin.
Menulis bukanlah sebuah
kegiatan yang menuntut kesempurnaan. Kamu tidak harus mengikuti “sekolah
menulis,” untuk supaya atau untuk menjadikan tulisanmu sempurna. Menulis adalah
tentang energi. Menulis adalah tentang “menyempurnakan sesuatu yang tadinya
tidak sempurna.” Menulis adalah tentang mengekspresikan “sisi kemanusiaan.”
Jangan memandang kegiatan
menulis sebagai suatu kegiatan yang “mewah,” “wahh…,” atau “megah.” Lakukan ini
di meja dapur, di meja kerja, di café, di kebun (dengan meja kecil yang dapat
dilipat), atau saat duduk di ruang tunggu bandar udara. Lakukan saja tanpa
banyak persyaratan.
Menulis itu sesuatu yang nyaman
dan menyenangkan. Melakukan sesuatu yang nyaman dan menyenangkan tidak menuntut
disiplin. Menulis lebih merupakan persoalan tentang “memberi ijin” pada diri
sendiri untuk melakukan apa yang kamu rasa nyaman. Kamu tidak perlu bersikap
“keras” pada dirimu sendiri dalam urusan menulis. Kamu menulis karena itu
terasa nyaman.
Hal yang penting adalah, kamu
harus menemukan gaya menulismu. Ada orang yang senang menulis di pagi hari, di
saat subuh, langsung setelah terjaga dari tidur. Ada juga yang senang menulis
di pagi hari saat sesudah mandi dan sarapan. Ada juga yang “menakar” kegiatan
menulisnya dengan jam, untuk menentukan seberapa lama ia mau menulis. Ada yang
senang menulis di café. Ada juga yang senang untuk menulis dalam suasana
perpustakaan yang tenang. Lewat berlatih dan adanya faktor keberuntungan, kamu
dapat memiliki dan mengembangkan beberapa gaya menulis, sesuai dengan
perasaanmu. Hal kunci adalah merasa nyaman saat melakukan. Hal kunci adalah
bukan “bagaimana cara melakukannya,” namun bahwa “kamu melakukannya.” Lakukan
saja. Menulislah saja dengan nyaman.
Latihan:
Latihan ini menuntut kamu
keluar rumah. Luangkan waktu satu jam. Pergilah ke suatu
tempat di mana kamu dapat
mengamati kejadian dan peristiwa kehidupan : café, konser,
ruang tunggu di bandar udara,
mall. Bawalah buku catatan. Mulailah menulis, apa
yang kamu lihat, dan bagaimana
perasaanmu tentang apa yang kamu lihat. Biarkan
komentarmu mengalir bebas.
Menulislah dengan cepat dan akurat. Jadilah reporter
sejati. Catatlah apa yang
dilihat dan didengar oleh mata dan telingamu.
Nasihat seorang jurnalis,
bernama Hunter Thompson tentang rahasia dari penulisan
yang baik dapat dijadikan
panduan. Apa yang tertera di dinding? Jenis dan bagaimana
bentuk jendela yang ada di
situ? Siapa yang berbicara? Apa yang mereka katakan dan
percakapkan? Tulislah selama
satu jam, kemudian berhenti.
Disadur dari:
Cameron, Julia. The Right to Write: An Invitation and
Initiation into the Writing Life. New York: Jeremy P. Tarcher/Putnam.
1998.
Akun FB: Bonifasius Sindyarta
Memberi jasa terjemahan “Inggris – Indonesia &
Indonesia – Inggris” yang bermutu dengan harga terjangkau, untuk buku (psikolog
populer, motivasi, pengembangan diri, novel, dll), berbagai artikel ilmiah
& non ilmiah.
Anda dapat menghubungi saya lewat email di: bsindyarta@yahoo.com
Komentar